LEBIH
DEKAT DENGAN DUA SOSOK PROKLAMATOR INDONESIA
Bangsa Indonesia
tak akan asing apabila mendengar tokoh proklamator Indonesia. Semuanya dapat
dipastikan tertuju kepada Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Namun, sayangnya
kemungkinan sebagian bangsa Indonesia tak mengenal mereka berdua dengan baik.
Misalnya, selain mereka sebagai tokoh proklmator, mereka juga banyak
berkontribusi dalam bidang lainnya. Oleh karena itu, supaya dapat mengenal
mereka secara mendalam simak blog ini yaaaah...
A. BIOGRAFI SOEKARNO
gambar: Wikipedia.org
1. Latarbelakang Keluarga
Ir. Soekarno atau yang biasa
dipanggil Bung Karno yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni
1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai. Ayah
Soekarno adalah seorang guru asal Blitar. Raden Soekemi bertemu dengan Ida Ayu
ketika dia mengajar di Sekolah Dasar Pribumi Singaraja, Bali. Soekarno hanya
menghabiskan sedikit masa kecilnya dengan orangtuanya hingga akhirnya dia
tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Keluarga
Soekarno dikategorikan sebagai keluarga bangsawan. Oleh karenanya, ia bisa
mengenyam pendidikan yang cukup dan istimewa.
2. Latarbelakang Pendidikan
Soekarno pertama kali bersekolah
di Tulung Agung hingga akhirnya dia ikut kedua orangtuanya pindah ke Mojokerto.
Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School. Di tahun
1911, Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk
memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Setelah lulus pada tahun
1915, Soekarno melanjutkan pendidikannya di HBS, Surabaya, Jawa Timur.
Di tahun 1920 seusai tamat dari
HBS, Soekarno melanjutkan studinya ke Technische Hoge School (THS) sekarang
berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung di Bandung dengan mengambil
jurusan teknik sipil. Di THS, ia menyelesaikan studinya pada tahun 1925 dengan
gelar Sarjana Teknik atau Insinyur.
3. Perjalanan Ke Dunia Politik
Ketika masih
muda berstatus sebagai pelajar HBS di Surabaya, Soekarno sempat mondok di rumah
HOS. Tjokroaminoto seorang pimpinan Sarekat Islam di Surabaya. Di rumah itu,
Soekarno banyak berdiskusi tentang politik bersama TJokroaminoto dan pemuda
lainnya yang juga mondok di rumah tersebut.
Dari sinilah, rasa nasionalisme dari
dalam diri Soekarno terus menggelora. Di tahun berikutnya, Soekarno mulai aktif
dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian Soekarno ganti
menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Pada tahun 1925, Soekarno mendirikan Algemeene Study Club (ASC) di Bandung. Organisasi ini merupakan organisasi pelajar atau mahasiswa yang berjiwa nasionalisme. Dua tahun kemudian, bersama dengan Mr. Sunario, Sukarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia. Organisasi ini kemudian berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Semenjak didirikannya PNI, Soekarno semakin gencar menentang penjajahan Hindia Belanda.
4. Perjuangan Soekarno Untuk Indonesia
Bulan Desember 1929, Soekarno
ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Penjara Banceuy karena aktivitasnya di
PNI. Pada tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Dari dalam
penjara inilah, Soekarno membuat pledoi yang fenomenal, Indonesia Menggugat. Soekarno
dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno
bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap oleh
Belanda pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores. Karena jauhnya tempat
pengasingan, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional lainnya. Namun
semangat Soekarno tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada
seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun
1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru benar-benar bebas
setelah masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Di awal kependudukannya, Jepang
tidak terlalu memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia hingga akhirnya
sekitar tahun 1943 Jepang menyadari betapa pentingnya para tokoh ini. Jepang
mulai memanfaatkan tokoh pergerakan Indonesia dimana salah satunya adalah
Soekarno untuk menarik perhatian penduduk Indonesia terhadap propaganda Jepang.
Akhirnya tokoh-tokoh nasional ini mulai bekerjasama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk dapat mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula
yang tetap melakukan gerakan perlawanan seperti Sutan Sjahrir dan Amir
Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno sendiri mulai aktif
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila,
UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah
proklamasi Kemerdekaan. Pada bulan Agustus 1945, Soekarno diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara ke Dalat,
Vietnam. Marsekal Terauchi menyatakan bahwa sudah saatnya Indonesia merdekan
dan segala urusan proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah tanggung jawab rakyat
Indonesia sendiri.
Setelah menemui Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16
Agustus 1945. Para tokoh pemuda dari PETA menuntut agar Soekarno dan Hatta
segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada saat itu di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang telah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan beberapa
tokoh lainnya menolak tuntutan ini dengan alasan menunggu kejelasan mengenai
penyerahan Jepang.
Pada akhirnya,Soekarno bersama
tokoh-tokoh nasional lainnya mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Berdasarkan sidang yang diadakan oleh Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) panitia kecil untuk
upacara proklamasi yang terdiri dari delapan orang resmi dibentuk. Pada tanggal
17 Agustus 1945, Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya. Teks proklamasi
secara langsung dibacakan oleh Soekarno yang semenjak pagi telah memenuhi
halaman rumahnya di Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dikukuhkan oleh KNIP. Kemerdekaan
yang telah didapatkan ini tidak langsung bisa dinikmati karena di tahun-tahun
berikutnya masih ada sekutu yang secara terang-terangan tidak mengakui
kemerdekaan Indonesia dan bahkan berusaha untuk kembali menjajah Indonesia.
Gencaran senjata dari pihak
sekutu tak lantas membuat rakyat Indonesia menyerah, seperti yang terjadi di
Surabaya ketika pasukan Belanda yang dipimpin oleh Brigadir Jendral A.W.S
Mallaby berusaha untuk kembali menyerang Indonesia. Rakyat Indonesia di
Surabaya dengan gigihnya terus berjuang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan
hingga akhirnya Brigadir Jendral AWS Mallaby tewas dan pemerintah Belanda
menarik pasukannya kembali. Perang seperti ini tidak hanya terjadi di Surabaya
tapi juga hampir di setiap kota.
Republik Indonesia secara resmi
mengadukan agresi militer Belanda ke PBB karena agresi militer tersebut dinilai
telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggajati. Walaupun
telah dilaporkan ke PBB, Belanda tetap saja melakukan agresinya. Atas
permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang
dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda rapat Dewan Keamanan PBB, di
mana kemudian dikeluarkan Resolusi No 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya
menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB,
pada tanggal 15 Agustus 1947, Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan
menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947, Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan
untuk melakukan gencatan senjata dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan
membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan
Belanda. Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno kembali diangkat menjadi Presiden Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri
RIS. Karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara
kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali diubah menjadi
Republik Indonesia dimana Ir Soekarno menjadi Presiden dan Mohammad Hatta
menjadi wakilnya. Pemberontakan G30S/PKI melahirkan krisis politik hebat di
Indonesia. Massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan.
Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena menilai bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan
pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak
membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik. Lima bulan
kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditandatangani
oleh Soekarno dimana isinya merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan
oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. MPRS pun
mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No IX/1966 tentang pengukuhan
Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No XV/1966 yang memberikan jaminan kepada
Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat bisa menjadi presiden
apabila presiden sebelumnya berhalangan. Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan
pidato pertanggungjawabannya mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S. Pidato
pertanggungjawaban ini ditolak oleh MPRS hingga akhirnya pada 20 Februari 1967
Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana
Merdeka.
Hari Minggu, 21 Juni 1970
Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot
Subroto, Jakarta. Presiden Soekarno disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan
kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur berdekatan dengan makam ibundanya,
Ida Ayu Nyoman Rai.
B. BIOGRAFI MOH. HATTA
Gambar: Wikipedia.org
1. Latarbelakang Keluarga
Mohammad Hatta terlahir dari pasangan Muhammad Djamil dan
Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat
di Batuhampar,
dekat Payakumbuh, Sumatra Barat. Sementara ibunya berasal dari keluarga pedagang
di Bukittinggi. Moh. Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 dengan naama Muhammad Athar. Athar berasal
dari bahasa Arab yang artinya harum. Athar lahir sebagai anak kedua, setelah Rafiah
yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari
pihak ayah, Abdurahman Batuhampar
dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedangkan ibunya berasal dari
keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta. Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh
bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, (seorang
pedagang dari Palembang).
2. Latarbelakang Pendidikan
Moh. Hatta menempuh pendidikan dasarnya di ELS (Europeesche Lagere School) di Bukittinggi dan pendidikan setingkat SMP di MULO (Meer Uitgbereid Lagere Onderwijk) di Padang.setelah lulus, ia melanjutkan pendidikannya ke Handels Middlebere School (Sekolah Menengah Ekonomi) di Jakarta. Tamat dari sekolah ini, pada tahun 1921 Hatta pergi ke negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Handels Hogere School (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) di Rotterdam. Hatta berhasil menyelesaikan studinya pada tahun 1932 dengan gelar sarjana ekonomi.
3. Perjalanan Ke Dunia Politik
Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia
terpilih menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916.
Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri
berbagai ceramah dan pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta
melanjutkan kiprahnya terjun di dunia politik.
Sampai pada tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam,
Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di
Belanda, Indische Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan
organisasi perkumpulan bagi pelajar, namun segera berubah menjadi organisasi
pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,
Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung dengan Indische Vereeniging
yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti karir
di jenjang politiknya sebagai bendahara pada tahun 1922 dan menjadi ketua pada
tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta mengumandangkan pidato
inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan
Kekuasaan".
Dalam pidatonya, ia mencoba menganalisa struktur
ekonomi dunia yang ada pada saat itu berdasarkan landasan kebijakan
non-kooperatif. Hatta berturut-turut terpilih menjadi ketua PI sampai tahun
1930 dengan perkembangan yang sangat signifikan dibuktikan dengan berkembangnya
jalan pikiran politik rakyat Indonesia. Sebagai ketua PI saat itu, Hatta memimpin delegasi
Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Berville, Perancis, pada
tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan nama Indonesia dan sejak saat itu nama
Indonesia dikenal di kalangan organisasi-organisasi internasional. Pada tahun
1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di
Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru.
4. Perjuangan Moh. Hatta Untuk Indonesia
Aktivitas politik Hatta pada
organisasi PI menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda bersama dengan
Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat
sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan
berjudul: Indonesia Free.
Selanjutnya pada tahun 1932,
Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan
Nasional Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat
Indonesia dengan adanya pelatihan-pelatihan. Pada tahun 1933, Soekarno
diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras oleh Hatta. Ia mulai
menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat aksi Hatta
inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan
Nasional Indonesia dan menangkap pimpinan para pimpinan partai yang selanjutnya
diasingkan ke Digul, Papua.
Pada masa pengasingan di Digul,
Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. Ia juga rajin membaca buku yang ia
bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya. Selanjutnya,
pada tahun 1935 saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan Sjahrir
dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi
pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya. Setelah delapan tahun
diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942.
Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat
itulah Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada awal Agustus 1945, nama
Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan berganti nama
menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan Soekarno sebagai Ketua
dan Hatta sebagai Wakil Ketua. Sehari sebelum hari kemerdekaan
dikumandangkan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan rapat di
rumah Admiral Maeda. Panitia yang hanya terdiri dari Soekarno, Hatta,
Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti tersebut merumuskan teks proklamasi yang akan
dibacakan keesokan harinya dengan tanda tangan Soekarno dan Hatta atas usul
Soekarni.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 di
jalan Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul 10.00 kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Keesokan
harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945 Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil Presiden.
Berita kemerdekaan Republik
Indonesia telah tersohor sampai Belanda. Sehingga, Belanda berkeinginan kembali
untuk menjajah Indonesia. Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
pemerintahan Republik Indonesia dipindah ke Jogjakarta. Ada dua kali
perundingan dengan Belanda yang menghasilkan perjanjian linggarjati dan
perjanjian Reville. Namun, kedua perjanjian tersebut berakhir kegagalan karena
kecurangan Belanda. Pada Juli 1947, Hatta mencari
bantuan ke India dengan menemui Jawaharhal Nehru dan Mahatma Gandhi. Nehru
berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan melakukan protes terhadap
tindakan Belanda dan agar dihukum pada PBB. Banyaknya kesulitan yang dialami oleh
rakkyat Indonesia memunculkan aksi pemberontakan oleh PKI sedangkan Soekarno
dan Hatta ditawan ke Bangka. Selanjutnya kepemimpinan perjuangan dipimpin oleh
Jenderal Soedirman.
Perjuangan rakyat Indonesia
tidak sia-sia. Pada tanggal 27 desembar 1949, Ratu Juliana memberikan pengakuan
atas kedaulatan Indonesia kepada Hatta. Setelah kemerdekaan mutlak
Republik Indonesia, Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai
lembaga pendidikan. Dia juga masih aktif menulis berbagai macam karangan dan
membimbing gerakan koperasi sesuai apa yang dicita-citakannya. Tanggal 12 Juli
1951, Hatta mengucapkan pidato di radio mengenai hari jadi Koperasi dan selang
hari lima hari kemudian dia diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia.
Sumber:
1. Buku Sejarah Indonesia untuk SMA/ MA Kelas XI terbitan Erlangga
2. https://m.merdeka.com/mohammad-hatta/profil/
3. https://m.merdeka.com/soekarno/profil/
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
0 komentar: